Kamis, 06 Februari 2014

Bell's Palsy Si Lucu Pengganggu Syaraf

Tidak bisa mengedipkan mata atau bibir miring? Hati-hati, mungkin Anda terkena Bell's Palsy
Wajah sebelah kiri Nita pegal mendadak. Padahal, gadis 24 tahun itu merasa tidak sedang capai. Karena tak tahu sebabnya, Nita pun cuek-cuek saja. Tapi, tak berapa lama kemudian, Nita dibuat heran oleh mukanya. Saat hendak berkumur setelah menyikat gigi, bibir bagian kirinya tak mau menutup sempurna.
Bell's Palsy Si Lucu Pengganggu Syaraf

Teman-temannya juga melihat hal yang aneh. Saat berbicara, bibir Nita seperti mencong-mencong tak jelas. “Semua pada bilang gitu, saya jadi khawatir,” katanya. Nita sempat menduga dirinya terserang stroke. Memang salah satu akibat stroke adalah adanya bagian tubuh yang tidak bisa digerakkan.

Keesokan harinya, Nita memutuskan mengunjungi seorang dokter saraf di Bandung, Jawa Barat. Setelah menjalani sejumlah pemeriksaan, Nita pun tahu bukan stroke yang menyerangnya. “Nama penyakitnya itu bell’s palsy. Kata dokter, itu karena sarafnya kena virus,” ujar gadis yang kini tinggal di Batam itu.

Bell’s palsy mungkin masih asing bagi orang awam. Padahal banyak orang yang sudah terkena penyakit ini, termasuk pesohor Sylvester Stallone. Hanya, mereka tidak tahu nama penyakitnya. Nama bell’s palsy diambil dari nama Sir Charles Bell, ahli bedah asal Skotlandia yang pertama kali menemukan penyakit ini. Ia mempresentasikan penyakit ini di Royal Society of London pada 1829.

Akibat dari bell’s palsy tak selucu namanya. Kalau sampai terkena, penderita bisa mengalami cacat permanen di wajah. Ya, bell’s palsy memang menyerang saraf wajah sehingga menyebabkan kelumpuhan otot (disfungsi saraf wajah), khususnya di otot wajah ketujuh tipe perifer.

Disfungsi saraf wajah bisa mempengaruhi motorik wajah. Akibatnya, tak hanya mengganggu secara estetika, tetapi juga mengganggu fungsi wajah. Seperti mata tak bisa berkedip, gigi tak bisa mengunyah, atau malah sulit berbicara.

Dr. Fritz Sumantri Usman, Sr., Sp.S, FINS, ahli saraf dari Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, mengatakan, kelumpuhan otot wajah ketujuh tipe perifer ini bisa disebabkan banyak hal. Selain infeksi virus, bell’s palsy bisa disebabkan oleh trauma, gangguan stimulus kimiawi, stimulus mekanik, bahkan gangguan vaskuler. Terlalu sering terpapar hawa AC (air conditioner), udara dingin, dan udara kipas angin juga berisiko terkena bell’s palsy. Gejala bell’s palsy antara lain terjadi asimetris pada wajah, rasa kebas di wajah, tak dapat mengontrol air mata, dan sudut mata turun. Selain itu, penderita bisa kehilangan refleks konjungtiva. Akibatnya, mata tidak bisa berkedip atau menutup, rasa sakit di telinga terutama di bagian bawah, sudut mulut turun, sulit berbicara, dan air menetes saat berkumur.

Jika merasakan gejala ini, segeralah berkonsultasi ke dokter agar kadar keparahan bell’s palsy bisa segera diketahui. Sebab, bila tidak ditangani dengan baik, bisa terjadi cacat permanen di wajah. “Tapi, jika cepat-cepat diobati, penyakit ini bisa sembuh dan wajah kembali normal,” ujar Dr. Fritz. Biasanya, dokter akan memberikan obat-obat kortikosteroid dan vitamin saraf. “Juga dibantu dengan fisioterapi dan akupunktur untuk proses penyembuhan agar lebih cepat pulih,” ujarnya. Selain itu, pasien diharapkan lebih banyak berlatih di rumah. Salah satunya melakukan senam otot, seperti berlatih mengucap AI- U-E-O dan mengunyah permen karet.

Siapa Beresiko
Infeksi virus herpes simplex disebut sebagai biang utama serangan bell’s palsy. Namun sebenarnya penyebab pastinya belum diketahui. Selain virus itu, para ahli menyebut virus herpes zoster, yang sering menyerang wajah tanpa gejala jelas, sebagai penyebab kerusakan saraf wajah. Termasuk virus epstein- barr.
Disebutkan juga bell’s palsy disebabkan oleh angin dingin. Angin dingin yang masuk ke tengkorak bisa membuat saraf di sekitar wajah sembap lalu membesar. Lama- kelamaan terjadilah kerusakan yang menyebabkan gangguan saraf wajah.

Dugaan ini kian kuat, karena kasus bell’s palsy sering meningkat pada musim dingin. Biasanya dialami laki-laki dewasa yang banyak bekerja atau beraktivitas di luar ruangan. Namun mereka yang selalu berada di ruang ber-AC juga rentan terserang bell’s palsy jika udara dingin datang dari satu sisi. Pengendara sepeda motor atau mobil yang sering membuka kaca (sopir angkot) juga berisiko terkena bell’s palsy. Begitu juga orangorang yang kerap tidur dengan kipas angin searah. Gangguan otot wajah juga bisa dialami seseorang yang sistem kekebalannya sedang menurun, seperti sedang hamil, mengidap diabetes, atau sedang mengalami infeksi.

Mereka yang memiliki keluarga dengan riwayat penyakit ini juga berisiko terkena bell’s palsy, sehingga diduga faktor genetik ikut berperan.

Overdosis Olahraga? Awas Jantungan

Olahraga rasanya wajib untuk menjaga kesehatan. Tapi bila berlebihan, salah-salah malah menjadi ancaman. Kok bisa?
Rudi selalu pergi ke gym setiap hari. Selain berolahraga, pria 40 tahun itu juga ingin membentuk ototnya. Setiap hari, dia bisa menghabiskan waktu dua jam di pusat kebugaran. Namun suatu hari, Rudi mendadak pingsan di tempat fitness-nya. Dia sampai harus dilarikan ke rumah sakit terdekat. Dokter mendiagnosis Rudi terkena serangan jantung.

Overdosis Olahraga? Awas Jantungan

Keluarga Rudi heran. Selama ini, karyawan swasta di sebuah kantor di Jakarta itu sama sekali tak memiliki riwayat sakit jantung. Apalagi, Rudi mengadopsi gaya hidup sehat dengan makanan sehat dan olahraga. “Kok bisa dia kena serangan jantung?” ujar Vina, istri Rudi. Beruntung, nyawa Rudi bisa selamat karena penanganan yang tepat dan cepat.

Boleh jadi, Rudi memang mengonsumsi makanan sehat dan berolahraga. Namun ternyata, selama ini Rudi kerap ‘memaksa’ badannya melakukan kegiatan fisik. Padahal istirahatnya kurang.

Kesadaran orang untuk berolahraga memang meningkat saat ini. Terbukti dari menjamurnya pusat-pusat kebugaran di berbagai kota maupun daerah. Belum lagi berbagai kegiatan olahraga di tempattempat publik seperti Monas dan Senayan. Orang berbondong-bondong untuk berolahraga tak cuma di akhir pekan.

Namun banyak orang seakan tak peduli dengan kondisi tubuhnya. Mereka memaksa berolahraga berat meski badannya keletihan dan kurang tidur. Misalnya dengan berlari atau bersepeda berkilo-kilo meter.

Padahal baru-baru ini para ahli menyatakan olahraga yang termasuk latihan ketahanan seperti lari maraton bisa mengakibatkan kerusakan jantung. Termasuk ketidaknormalan ritme jantung.
Para ilmuwan di Amerika menyatakan, pola latihan intensif dan kompetisi olahraga ketahanan yang ekstrem dan dalam jangka waktu lama dapat membahayakan jantung.

Olahraga ketahanan itu antara lain maraton, triatlon, dan bersepeda jarak jauh. Hal itu bisa mengakibatkan perubahan struktur jantung dan pembuluh darah sehingga dapat merusak organ jantung. “Ini meningkatkan risiko sebesar lima kali lipat atas terjadinya gangguan jantung,” ujar Dr. James O’Keefe dari Saint Luke’s Hospital of Kansas City.

Tak bisa dimungkiri, olahraga memang akan memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh. Namun bisa berbahaya jika dilakukan berlebihan atau terlalu lama. Apalagi jika dalam kondisi tubuh kurang istirahat. Jika dipaksakan, hal ini dapat mengakibatkan kematian mendadak. Seperti yang terjadi pada utusan Yunani pada 490 SM yang mendadak meninggal setelah berlari sejauh 281,6 km.

Ini dilaporkan sebagai serangan jantung pertama akibat berlari jarak jauh. Dr. O’Keefe menyebut kondisi ini sebagai Phidippides Cardiomyopathy atau kerusakan jantung yang kerap terjadi pada pelari maraton.

Penemuan ini tentu bukan ingin menakuti orang untuk berolahraga. Namun paling tidak, dengan adanya studi ini, orang-orang akan makin aware dengan cara berolahraga yang baik dan benar. Menurut Dr. O’Keefe, selama ini orang masih beranggapan bahwa olahraga yang baik adalah yang berat. Padahal, latihan ekstrem justru malah membahayakan tubuh. “Latihan ekstrem tidak benarbenar aman bagi jantung.

Durasi sekitar 30-60 menit sehari sudah cukup,” ujarnya. Hal senada juga diungkapkan Dr. med. Suhantoro, SpKO, FACSM (K). Menurutnya, olahraga bisa menimbulkan masalah jika dilakukan tidak sesuai dosis, jenis olahraga dan umur.

Selama ini, banyak orang terkesan tidak peduli soal dosis olahraga yang aman. “Sehingga banyak kasus orang yang meninggal setelah olahraga,” kata dokter yang sudah malang melintang menangani PSSI dan KONI.

Sampai usia 30 tahun, tubuh seseorang boleh jadi masih bisa melakukan kompen-sasi terhadap kegiatan olahraga yang berat. Namun jika telah melewati usia 30 tahun, orang sudah harus mengecek dosis untuk olahraganya. Saat berolahraga, detak jantung, tekanan darah sistolik (atas), dan cardiac output (jumlah darah yang  dipompa per denyut jantung) mengalami peningkatan.

Aliran darah ke jantung, otot dan kulit juga meningkat. Akibatnya, metabolisme tubuh menjadi lebih aktif memproduksi CO2 (karbon dioksida/oksida asam) dan H+ (ion proton) pada otot. Akhirnya orang akan bernapas lebih cepat dan dalam untuk memasok oksigen.

Olahraga berat itu membuat metabolisme tubuh tidak bisa lagi hanya mengandalkan pasokan oksigen tapi menggunakan proses biokimia. Proses biokimia ini menghasilkan asam laktat yang kemudian memasuki aliran darah.

Penumpukan asam laktat ini akan membuat tubuh merasa capai saat olahraga. Kadar oksigen juga menurun akibat penumpukan karbon dioksida dalam darah. “Jadi ada miliaran darah mati karena saat olahraga tubuh orang akan menjadi asam, Ph akan menjadi sekitar 6,7-6,8. Padahal tubuh itu harus dalam kondisi basa yaitu Ph 7,” ujar Dr. Suhantoro.

Ada ancaman kematian jika Ph tubuh mencapai Ph 6,3. Inilah yang menyebabkan terjadi kram otot dan kram jantung yang membuat banyak orang terkena serangan jantung setelah berolahraga. Tubuh perlu waktu sekitar 30 menit untuk menetralkan asam ini dengan cara istira-hat. “Kalau ngos-ngosan sebaiknya istirahat dulu, jangan dipaksakan berlari terus. Ini untuk recovery,” kata dokter gaek ini.

Dosis Aman Berolahraga Meski banyak kasus orang meninggal setelah atau saat berolahraga, tapi bukan berarti Anda harus berhenti melakukannya kan? Berikut tips aman berolahraga sesuai usia. Cara yang aman adalah mengukur denyut nadi maksimal (DNM). DNM adalah denyut nadi maksimal yang dihitung berdasarkan rumusan DNM = 220 - umur, kemudian dikalikan dengan intensitas membakar lemak 60-70 persen DNM. Jika Anda berusia 40 tahun maka DNM saat ia berolahraga adalah 220 - 40 = 180.

Kemudian angka 180 dikalikan dengan 60 persen untuk batas ringan dan 70 persen untuk batas atas yang hasilnya 108-126 per menit. Maka orang berusia 40 tahun harus berhenti sejenak ketika denyut nadinya sudah melampaui 126 per menit. Jika dipaksakan maka yang terjadi adalah kram jantung yang membuat serangan
jantung.

Untuk menghitung denyut jantung bisa dengan cara menghitung nadi di dekat tangan atau yang lebih praktis memakai jam yang ada detak jantungnya. Jika sudah merasa melampaui dosis saat lari dalam olahraga futsal misalnya, berikan saja bola-bola itu ke orang lain. Saat istirahat, minumlah air dengan suhu 15-16 derajat atau minuman manis dengan kadar gula 2,5-5 persen. “Minuman yang terlalu dingin akan sulit di-absorb tubuh karena suhu tubuh setelah olahraga sedang dalam kondisi panas,” jelas Dr. Suhantoro.

Bahaya Earphone dan Headphone bagi kesehatan

Orang sering cuek saja memakai earphone berjam-jam tanpa istirahat. Padahal hal itu berbahaya. Bisa menyebabkan tuli.
Di jalan-jalan, halte bus, atau mungkin di kantor, kita sering sekali melihat telinga-telinga ber earphone atau headphone. Mungkin sedang asyik mendengarkan musik atau tengah menonton video di YouTube.

Seperti Virny. Gadis 27 tahun itu hampir seharian telinganya ditempel dengan earphone. Dia mengaku tidak bisa fokus bekerja saat tidak ada iringan musik. “Kalau pakai sepiker kan mengganggu yang lain, jadi ya pakai earphone saja,” ujarnya. Sementara itu Andry punya alasan berbeda. Lelaki 27 tahun itu sering merasa terganggu dengan ‘atmosfer’ di kantornya. Jadi buat menjaga mood, Andry lebih suka mendengarkan musik dari laptopnya melalui headphone.

Bahaya Earphone dan Headphone bagi kesehatan

Ahli THT Dr. Mochammad Iqbal menyebut, telinga diciptakan dengan berbagai bagian dan fungsi yang masing-masing bekerja secara terkoordinasi sehingga seseorang mampu mendengar, memproses, dan memahami lingkungan. Namun bila suara di sekitar kita terlalu keras atau bising, dapat memicu kerusakan sel-sel rambut rumah siput (koklea) dalam telinga. Sel rambut ini berfungsi mengolah bunyi untuk kemudian diteruskan ke pusat persepsi pendengaran di otak.

Karena itu penggunaan earphone maupun headphone perlu diperhatikan. Jika keseringan, hal itu akan menyebabkan masalah pendengaran karena bunyi yang dihantarkan earphone atau headphone secara langsung masuk ke liang telinga. Earphone Lebih Bahaya dari Headphone Fungsi kedua alat ini sebenarnya sama. Namun untuk alasan kesehatan, keduanya memiliki efek
yang berbeda. Dr. Iqbal menyebut, earphone berandil lebih besar menyebabkan ketulian dibanding headphone.

Memang, earphone, khususnya jenis earbud (masuk ke lubang) memiliki efek suara yang lebih bagus. Bunyi langsung diteruskan ke gendang telinga, diamplifikasi (ditingkatkan) oleh tulang pendengaran dan diteruskan ke tingkap lonjong di koklea. “Jadi hampir pasti akibatnya lebih buruk kan?” kata Dr. Iqbal.

Namun justru mekanisme semacam ini yang menyebabkan paparan bising earphone lebih besar dibandingkan headphone. Termasuk efek ketulian yang mungkin akan terjadi nantinya. Para ahli menyebut, suara diukur berdasarkan desibel (dB). Nilai 0 dB adalah suara paling halus/ pelan yang bisa didengar manusia, dan nilai 180 dB adalah suara bising yang ditimbulkan roket saat diterbangkan ke luar angkasa.

Rata-rata, level suara percakapan berkisar 60 dB. Jika Anda pergi ke konser musik, suara yang didengar oleh telinga sekitar 115 dB. Para ahli percaya, suara yang melebihi 85 dB dalam jangka panjang sangat berbahaya untuk pendengaran.

Lalu, bagaimana kita mengukur suara saat mendengarkan lewat earphone? Sayang sekali, output volume pada alat pemutar musik yang beredar bukan berdasarkan dB. Jadi konsumen agak kesulitan untuk menentukan mana batasan aman dan tidak. Namun bukan berarti kita bisa cuek. Perlu diketahui, volume suara tertinggi dari pemutar Mp3 atau iPod adalah sekitar 100-120 dB. Karena itu Anda bisa mengira-ngira, berapa volume yang sebaiknya dipasang demi kesehatan telinga.

Atau bisa juga Anda memakai batasan-batasan berikut ini agar pendengaran tidak terganggu. Misalnya saat memakai earphone, Anda masih bisa mendengarkan suara lingkungan sekitarnya.
Anda juga sebaiknya tidak memutar volume lebih dari 60 persen. Jika Anda memang tidak bisa ‘lepas’ dari yang namanya earphone, waktu maksimal menggunakannya adalah 60 menit.

Setelah jangka waktu itu, Anda harus melepasnya dan mengistirahatkan telinga Anda selama 10 hingga 15 menit. Hal itu agar sel-sel saraf pada rumah siput dapat melakukan recovery/pemulihan akibat paparan bising sebelumnya.

Masih muda kenapa bisa terserang STROKE?

Stroke umumnya dialami oleh orangorang berusia lanjut. Namun Jackson, remaja 14 tahun ini mengalaminya. Semua akibat penyakit yang sangat langka. 4 Maret 2013 lalu menjadi hari yang buruk bagi Jackson, remaja SMP asal Georgia, Amerika Serikat. Saat sedang asyik mengikuti pelajaran olahraga, mendadak remaja 14 tahun itu kejang-kejang hebat.

Beruntung, sekolahnya bertindak sigap. Jackson yang mengalami gejala mirip stroke langsung dilarikan ke rumah sakit dengan ambulans. Meski hingga kini masih menjalani perawatan, kondisi Jackson berangsur membaik. Ibunda Jackson, Robin Leitch tidak menyangka hal ini terjadi pada putranya yang masih sangat muda.

Masih muda kenapa bisa terserang STROKE?

Dia juga sangat kaget saat melihat salah satu sisi wajah putranya tidak bisa digerakkan. “Saat dibawa ke rumah sakit, dia berusaha tersenyum, tapi salah satu sisi wajahnya tidak bisa bergerak. Padahal sebelum berangkat ke sekolah dia baik-baik saja,” ujar Robin. Saat itu, tim dokter di Kennestone langsung mengambil berbagai tindakan, salah satunya CT scan.

Hasilnya, ada gumpalan darah di otaknya. Jackson positif mengalami stroke. Kaki Robin terasa lemas saat dokter mengatakan hal itu kepadanya. Bagaimana bisa di usia yang sangat muda itu
Jackson mengalami stroke, penyakit yang biasanya menyerang orang tua?

Kekebalan Tubuh Tak Harmonis
Kasus Jackson ini menjadi perbincangan para dokter ahli. Bahkan satu tim dokter yang terdiri dari tim dokter bedah saraf, ahli kardiologi dan beberapa spesialis lainnya berkolaborasi untuk menangani Jackson. Selain berusaha memulihkan kondisi remaja itu, tim dokter juga mencari tahu apa yang sebenarnya menyebabkan Jackson stroke. Jawaban itu baru datang tiga minggu kemudian.

Jackson didiagnosis memiliki penyakit yang sangat langka bernama primary central nervous system vasculitis (PCNSV). Para ahli menyebut, penyakit ini berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh. Menurut para ahli, pasien dengan diagnosis penyakit ini memiliki sistem kekebalan yang komponen-komponennya sulit bekerja sama satu sama lain secara harmonis.

Hal ini akan memicu peradangan dan iritasi di lapisan dinding pembuluh darah otak yang mengakibatkan pembuluh darah menyempit sehingga gumpalan darah mudah terbentuk. “Ini konsekuensi jika Anda terkena peradangan dan iritasi di lapisan dinding pembuluh darah otak,” ujar Dr. Max Wiznitzer, dokter spesialis saraf anak di UH Rainbow Babies & Children’s Hospital.
Saking langkanya, kondisi ini hanya menyerang satu dari 700 anak di penjuru dunia. Saat ini, dokter mengobati pasien PCNSV dengan pemberian kortikosteroid yang disebut prednisone.

Obat ini bertindak sebagai immunosuppressant atau obat untuk menghalangi atau mencegah
aktivitas sistem kekebalan tubuh. Jackson juga telah mulai mengonsumsi obat ini. Sejauh ini, kondisi Jackson terus membaik dan menunjukkan kemajuan yang cukup pesat. Jackson cukup beruntung karena tim dokter berhasil menghilangkan risiko akibat pendarahan di otak sebelum terlambat.

Meski sudah diperbolehkan pulang ke rumah, Jackson masih menjalani sejumlah terapi untuk mengembalikan fungsi bagian tubuhnya yang ‘mati’ akibat stroke. Inilah proses yang lebih sulit.
Proses yang paling sulit untuk pemulihan Jackson adalah pemulihan bicara. Jackson mengalami afasia atau kehilangan kemampuan bicara karena kelainan pada otak, karena itu tim dokter lebih banyak berkonsentrasi pada hal itu. “Ada banyak kata yang tidak dapat dia sebutkan. Butuh waktu lama untuk mengeluarkan kata-kata dari mulutnya,” ujar Robert, ayah Jackson.

Peluang Pulih Besar
Stroke memang sangat menakutkan. Penyakit ini konon menjadi salah satu penyakit yang paling mematikan. Namun jika mengalaminya pada saat masih muda, peluang sembuhnya lebih besar. Dokter menyebut Jackson masih beruntung karena mengalaminya saat usianya masih sangat muda. Dengan begitu, peluangnya untuk sembuh total sangat besar. Syaratnya, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit sesaat setelah mengalami gejala stroke. Mereka juga harus menjalani sejumlah terapi untuk pemulihan.

Di balik secangkir kopi

Ada banyak bahaya yang tersimpan di balik secangkir kopi. Namun ternyata banyak juga manfaatnya. Syaratnya tak berlebihan.
Wake up and smell your coffee! Ya, secangkir kopi memang menjadi langganan banyak orang di pagi hari, sebelum sibuk beraktivitas di kantor. Konon, si hitam ini bisa membuat bersemangat. Arya misalnya, karyawan swasta yang tinggal di Jakarta Selatan ini nyaris tak pernah ketinggalan menyeduh kopi favoritnya. Lelaki 31 tahun itu menikmati kopi begitu bangun, sebelum mandi.

Lain lagi dengan Vitri, lantaran jam masuk kerjanya yang pagi-pagi benar, gadis 29 tahun itu lebih suka menikmati kopi dalam gelas antipanas saat perjalanan menuju kantor.
“Jadi biasanya aku minum waktu di mobil, biar nggak mengantuk juga di jalan,” ujar Vitri tersenyum. Arya dan Vitri adalah dua orang yang boleh dibilang ‘addict’ dengan kopi. Dalam sehari, mereka bisa meminum lebih dari dua cangkir kopi hitam. Bahkan Arya lebih parah, bisa empat cangkir!
Keduanya juga mengaku pilih-pilih kopi. Mereka lebih suka kopi asli daripada kopi instan yang dijual dalam kemasan kecil-kecil. “Jadi biasanya saya beli biji kopi terus digiling,” kata Arya. Arya menyukai kopi, baik dari luar maupun dalam negeri. Namun saat ini, pria berkacamata ini sedang suka kopi bali kintamani yang rasanya ada asamasamnya.

Di balik secangkir kopi

Kalau Vitri, dari dulu menyukai kopi asli Indonesia. Dia biasa membeli biji kopi asli Indonesia dari sejumlah coffee shop di Jakarta yang memang menyediakan kopi khusus dari Indonesia. Beberapa tempat yang menjual kopi Indonesia antara lain Anomali Coffee, Bakoel Koffie, dan Warung Kopi Phoenam. Coffee shop terakhir malah sudah ada sejak 67 tahun yang lalu.

Plus Minus Kopi
Tak dapat disangkal, kafein yang terdapat dalam kopi memiliki sifat meracuni tubuh. Inilah yang sering membuat penikmat kopi bimbang dan tak jarang memilih menjauhi minuman itu.

Padahal sebenarnya, jika dikonsumsi dalam takaran pas, kafein dalam kopi bisa meningkatkan
kewaspadaan, bahkan mencegah penyakit kronis seperti jantung dan stroke. Kopi juga mengandung antioksidan dan senyawa lain yang dapat mencegah beberapa jenis kanker dan penyakit serius lainnya, seperti dilansir thedailymeal beberapa waktu lalu.

Sedikitnya kopi bisa mencegah 10 penyakit yakni kanker kulit, kanker payudara, diabetes, alzheimer, kanker usus, kanker prostat, kanker endometrium, kanker hati, kanker mulut, dan depresi. Penelitian di John Hopkins School of Medicine di Baltimore dan Harvard mendukung pengalaman subjektif seseorang tentang efek kafein. Studi itu menunjukkan kafein bisa meningkatkan memori dan penalaran logis.

Studi atas 4.197 perempuan dan 2.820 laki-laki di Prancis menunjukkan, meminum setidaknya tiga cangkir kopi sehari dapat menghambat penurunan fungsi kognitif otak akibat penuaan hingga 33 persen.

Namun hal itu hanya terjadi pada perempuan, sementara pada laki-laki tidak. Hal ini mungkin terjadi karena perempuan lebih peka terhadap kafein. Untuk mendapatkan khasiat kopi, diperlukan konsumsi yang ‘bijak’. Takaran yang masuk ke tubuh harus pas karena jika tidak, kopi justru dapat membawa efek buruk.

Para ahli berpendapat, mengonsumsi kopi organik atau kopi arabika dari Jawa dapat membawa manfaat positif. Dalam setiap delapan ons kopi arabika mengandung protein lebih tinggi dari kopi biasa. Selain itu, kopi arabika juga mengandung kafein lebih rendah, tapi mengandung zat antioksidan 40 persen lebih tinggi dibanding kopi jenis lain. Namun tetap saja, tidak boleh dikonsumsi berlebihan.

Perlu diketahui, satu cangkir kopi rata-rata mengandung 100-150 miligram kafein. Sementara satu cangkir seukuran espresso mengandung 80-120 miligram kafein. Anggaplah satu cangkir kecil seukuran espresso mengandung 100 miligram kafein, berarti kita boleh meminumnya maksimal tiga cangkir sehari. Itu menjadi takaran aman tanpa pengaruh efek negatif kafein.

Namun dengan catatan, Anda tidak banyak mengonsumsi minuman berkarbonasi, makan cokelat dan minum obat sakit kepala di hari yang sama. Dengan kondisi itu, dua cangkir kecil lebih aman.

Kopi juga sebaiknya tidak diminum dalam jumlah besar sekali kesempatan. Orang-orang sering sengaja membuat kopi ukuran jumbo dan meminumnya langsung untuk menahan kantuk. Cara ini sebenarnya tidak terlalu efektif, apalagi jika perut kosong, salah-salah, malah jadi kembung.
Sebaiknya, minumlah kopi dengan dosis kecil tapi sering. Seperempat cangkir setiap jam.

Setelah minum kopi, cobalah untuk memejamkan mata sekitar 10-20 menit. Selain ‘menunggu’ khasiat kopi, beristirahat juga bisa membuat Anda tetap bugar selama mengerjakan tugas-tugas yang menumpuk.

Mabuk Kafein
Berisiko Osteoporosis Denyut Jantung dan Tekanan Darah Meningkat Istilah medisnya adalah intoksikasi kafeina, semacam ‘mabuk’ kafein. Gejala yang terlihat adalah timbulnya rasa resah, risau, suasana hati tidak menentu, mudah marah, cemas, merasa depresi, sulit konsentrasi, sulit tidur dan sering buang air kecil. Pada kasus serius, bisa membuat kejang otot, pikiran kusut, kepanikan, denyut jantung terganggu dan gejolak psikomotor.

Beresiko Oesteoporosis
Jika kafein yang dikonsumsi lebih dari 744 miligram per hari atau setara dengan 7-8 cangkir sehari, berefek meningkatkan kehilangan kalsium dan magnesium dalam urine, sehingga berisiko osteoporosis.

Denyut jantung dan tekanan darah meningkat
Namun studi terbaru menunjukkan hal ini dapat dihindari terutama jika Anda mengimbanginya dengan asupan kalsium yang cukup. Bagi yang sensitif terhadap kafein, umumnya denyut jantung dan tekanan darah meningkat setelah mengonsumsi kopi.